Yogyakarta (MAN 2 Yogyakarta) - Dalam rangka meningkatkan kualitas layanan publik yang inklusif, MAN 2 Yogyakarta mendapatkan pendampingan langsung dari Chilyati, S.Ip, seorang pemerhati sekaligus pendamping teknis bidang pelayanan publik. Kegiatan ini menjadi bagian dari penguatan peran Unit Penyelenggara Pelayanan (UPP) sebagai role model penyedia layanan ramah kelompok rentan, termasuk bagi penyandang disabilitas, Rabu (02/06/2025) di ruang Gedung Cagar Budaya. Kegiatan diikuti Area 6 Pelayanan Publik Zona Integritas dengan Koordinator Rita Setyowati, S.Pd, M.Pd.
Pendampingan
yang dilakukan tidak hanya fokus pada peningkatan inovasi, namun juga menyentuh
aspek mendasar dari kebijakan pelayanan inklusif. Chilyati menegaskan bahwa
pelayanan publik tidak boleh bersifat eksklusif, melainkan harus memberikan
ruang, akses, dan penghormatan yang sama terhadap seluruh masyarakat, tanpa
terkecuali.
“Kebijakan
inklusif bukan sekadar dokumen, tetapi perlu diterjemahkan dalam langkah nyata.
Pelayanan yang ramah bagi kelompok rentan, terutama penyandang disabilitas,
harus menjadi komitmen bersama di setiap satuan kerja, termasuk madrasah,”
tegas Chilyati dalam sesi pembukaan.
Beberapa
hal strategis yang ditekankan dalam pendampingan ini antara lain adalah
pemantauan dan evaluasi berkala terhadap penyelenggaraan pelayanan publik
inklusif, serta penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung kebutuhan
seluruh ragam disabilitas. Tak kalah penting, aspek sikap dan kapasitas petugas
layanan juga menjadi fokus, agar mereka dapat memberikan pelayanan yang ramah,
sensitif, dan responsif terhadap kebutuhan kelompok rentan.
MAN 2
Yogyakarta juga didorong untuk mengakselerasi transformasi digital dalam
pelayanan publik, dengan memastikan bahwa sistem digital yang dikembangkan juga
inklusif dan mudah diakses oleh seluruh warga madrasah, termasuk yang memiliki
hambatan fisik, visual, maupun sensorik.
Chilyati
menekankan pula bahwa keberhasilan pelayanan inklusif hanya dapat dicapai
melalui kolaborasi menyeluruh antar pemangku kepentingan, baik internal
madrasah, pemerintah, masyarakat, hingga organisasi penyandang disabilitas.
Oleh karenanya, prinsip dasar dalam pemenuhan sarana dan prasarana bagi
kelompok rentan harus dipegang teguh:
1.Sederhana: Prosedur yang jelas, mudah dipahami, dan tidak berbelit.
2.Keadilan: Menjamin bahwa seluruh sarana dapat digunakan oleh semua penyandang kebutuhan khusus.
3.Partisipatif: Mengajak masyarakat dan pihak terkait dalam proses perencanaan hingga evaluasi.
4.Akuntabel: Seluruh langkah dan penggunaan anggaran dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka.
5.Berkelanjutan: Dapat dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan kemampuan
anggaran dan kebutuhan riil.
Kepala
MAN 2 Yogyakarta, Hartiningsih, S.Pd., M.Pd, menyambut baik kegiatan ini dan
berkomitmen untuk menjadikan madrasah sebagai lingkungan yang ramah, aman, dan
inklusif bagi seluruh siswa dan masyarakat.
“Kami
terus belajar dan berbenah. Pendampingan ini membuka cakrawala kami bahwa
melayani adalah amanah yang harus menjangkau semua pihak, tanpa kecuali,”
ujarnya.
Dengan
semangat membangun madrasah inklusif dan berkeadilan, MAN 2 Yogyakarta bertekad
mewujudkan pelayanan publik yang humanis, inovatif, dan berpihak pada seluruh
lapisan masyarakat. (pusp)
Berikan Komentar