Menyalakan Api Perjuangan: Pesan Para Pahlawan Hidup di Hati Murid MAN 2 Yogyakarta

Yogyakarta (MAN 2 Yogyakarta) - Upacara berlangsung pada Senin pagi (10/11/2025) di halaman utama madrasah. Bertindak selaku pembina upacara, Kompol Ani Sulistyarini, S.Kom., M.H.Li., Kasat Binmas Polresta Yogyakarta, menyampaikan amanat Menteri Sosial RI, Drs. H. Saifullah Yusuf.

Usai amanat, suasana lapangan menjadi semakin hening ketika salah satu murid maju ke mimbar. Dengan suara jernih dan penghayatan penuh rasa, ia membacakan Sepuluh Pesan Abadi dari Para Pahlawan Bangsa. Pesan yang tidak hanya menggugah, tetapi juga menuntun arah pemaknaan hidup bagi generasi muda madrasah.

Ki Mangun Kusumo berpesan bahwa bangsa besar tumbuh bukan dari megahnya bangunan, tetapi dari manusia yang tercerahkan. “Bangunlah manusia, bukan hanya gedung dan jalan,” demikian isi pesannya yang disambut hening oleh seluruh peserta. Pesan itu mengingatkan pentingnya pendidikan dan karakter sebagai fondasi pembangunan bangsa.

Pangeran Diponegoro menegaskan, “Lemah badan bukan alasan untuk berhenti berjuang, sebab semangat takkan pernah bisa ditawan.” Pesan yang sederhana, namun menjadi refleksi bagi setiap murid bahwa perjuangan bukan diukur dari kekuatan fisik, melainkan dari kemauan yang tak pernah padam.

Pangeran Antasari mengingatkan arti pengabdian sejati. “Hidupku untuk rakyat, dan matiku untuk kemerdekaan.” Kalimat ini mengajarkan bahwa hidup yang bermakna adalah hidup yang memberi manfaat bagi sesama.

Cut Nyak Dien berpesan, “Jika jalan perjuangan tak lagi tenang, tetaplah tegar, karena ketenangan sejati hanya milik mereka yang ikhlas berkorban.” Pesan ini meneguhkan hati, bahwa dalam perjuangan apa pun, keikhlasan menjadi sumber kekuatan yang sesungguhnya.

Soekarno menegaskan cinta tanah air dalam tindakan nyata. “Tanah ini bukan milik segelintir orang, melainkan milik seluruh anak bangsa yang rela berkeringat untuk menjaganya.” Pesan ini menumbuhkan kesadaran bahwa Indonesia dibangun oleh keringat, bukan sekadar kata-kata.

Martha Christina Tiahahu, pahlawan muda dari Maluku, menyampaikan pesan yang lembut namun kuat: “Perempuan adalah cahaya perjuangan — jika ia padam, maka gelaplah masa depan bangsanya.” Pesan itu menegaskan peran perempuan sebagai penopang moral dan semangat bangsa.

Sisingamangaraja XII meneguhkan keberanian. “Jangan tunduk pada ketakutan, karena ketakutan hanya membuat penjajahan berumur panjang.” Pesan ini mengingatkan murid untuk tidak takut menghadapi tantangan, sebab kemerdekaan hanya dimiliki oleh mereka yang berani.

R.A. Kartini menyampaikan pesan abadi tentang ilmu dan martabat. “Marwah perempuan bukan pada tahta, tapi pada keberanian menyalakan obor pengetahuan di tengah gelapnya kebodohan.” Kalimat yang menyalakan kesadaran bahwa ilmu pengetahuan adalah cahaya sejati perjuangan.

Ida Anak Agung Gde Agung menuturkan nilai luhur pengabdian. “Politik bukan jalan kekuasaan, melainkan jalan pengabdian untuk menegakkan martabat manusia.” Pesan ini mengajarkan bahwa kepemimpinan sejati adalah melayani, bukan menguasai.

Terakhir, Sutan Sjahrir menutup pembacaan dengan pesan mendalam: “Kemerdekaan sejati bukan hanya bebas dari penjajahan, tapi juga dari kebodohan, kemiskinan, dan keangkuhan diri.” Kalimat itu menggema lembut di udara pagi, menegaskan bahwa perjuangan bangsa masih terus berlanjut di ruang kelas, di karya, dan di hati yang tulus.

Setiap pesan dibacakan dengan penuh penghayatan, dan suasana lapangan terasa hening namun hidup. Murid-murid menyimak dengan tatapan serius. Kepala MAN 2 Yogyakarta, Hartiningsih, S.Pd., M.Pd., menuturkan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari pendidikan karakter yang menanamkan nilai perjuangan dan kebangsaan melalui cara yang sederhana namun menyentuh.

“Membacakan pesan pahlawan bukan sekadar mengenang, tetapi menghidupkan kembali nilai-nilai perjuangan dalam kehidupan murid sehari-hari,” ujarnya dengan penuh makna.

Upacara ditutup dengan doa bersama dan penghormatan kepada arwah para pahlawan bangsa. Namun maknanya tak berhenti di sana. Sepuluh pesan yang dibacakan pagi itu seolah tertinggal di hati para murid, menjadi nyala kecil yang menuntun langkah mereka untuk terus belajar, berbuat baik, dan mengabdi. Dari madrasah, semangat itu tumbuh. Sederhana, tulus, dan berakar kuat di hati generasi muda. (pusp)


Berikan Komentar

Silakan tulis komentar dalam formulir berikut ini (Gunakan bahasa yang santun). Komentar akan ditampilkan setelah disetujui oleh Admin
wa Chat via WhatsApp